Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan
cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril.
Dasar teknik kultur
jaringan adalah bahwa sel tanaman mempunyai sifat totipotensi yaitu kemampuan
sel untuk tumbuh dan berkembang membentuk tanaman lengkap dalam medium aseptik
yangmengandung unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang sesuai. Metode
kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional.
Prinsip Kultur jaringan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan
tumbuhan secara vegetatif. Berbeda
dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik
kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam
botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini
sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin),
berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam
botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in
vitro ini adalahTotipotensi. Teori ini mempercayai bahwa
setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman
terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru
yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.
Kultur jaringan mengandung dua prinsip dasar yang jelas, yaitu :
a. Bahan tanam yang totipotensi
Konsep dasar ini mutlak ada dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan adanya sifat totipotensi ini sel jaringan organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai arah dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Namun, sifat totipotensi lebih besar dimilki oleh bagian yang masih muda dan banyak dijumpai pada daerah meristem. Bahan tanam yang sementara ini digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah:
Kultur jaringan mengandung dua prinsip dasar yang jelas, yaitu :
a. Bahan tanam yang totipotensi
Konsep dasar ini mutlak ada dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan adanya sifat totipotensi ini sel jaringan organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai arah dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Namun, sifat totipotensi lebih besar dimilki oleh bagian yang masih muda dan banyak dijumpai pada daerah meristem. Bahan tanam yang sementara ini digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah:
·
Sel,
sel biasanya ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah
ditentukan.
·
Protoplast,
biasanya juga ditanam dalam bentuk yang telah ditentukan.
·
Jaringan
meristem, jaringan yang ditanam biasanya dalam bentuk potongan organ yang
terdapat pada derah-daerah pertumbuhan.
·
Kalus,
kalus ditanam dalam bentuk massa sel yang belum terdeferensiasi dan biasanya
ditanam daam media induksi untuk pertumbuhan kalus.
·
Organ,
bahan yang paling umum dalam kegiatan kultur jaringan.
b. Budidaya yang
terkendali
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Prinsip dasar budidaya yang terkendali ini meliputi :
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Prinsip dasar budidaya yang terkendali ini meliputi :
·
Keadaan
media tempat tumbuh
·
Lingkungan
yang mempengaruhi
·
Keharusan
sterilisasi
Teknik kuljar
secara in vitro, beberapa syarat sesuai dengan prinsip dasar kuljar yang harus
diketahui antara lain :
·
Memilih
eksplan yang baik
·
Untuk
mendapatkan eksplan yang baik dan mudah tumbuh, dipilih bagian organ yang masih
bersifat meristematik
·
Penggunaan
medium yang cocok. Media yang biasa digunakan untuk pembuatan kuljar murni
adalah PDA.
·
Keadaan
yang aseptik. Keadaan yang aseptik ini meliputi sterilisasi eksplan, media,
alat-alat, ruang steril dan ruang kultur (entkas / tempat khusus untuk menanam
eksplan ke dalam medium).
·
Pengaturan
udara yang baik
Media Kultur
Jaringan
Ada dua penggolongan media tumbuh:
media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi
dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat
bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang
digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi
media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang
ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering
digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk
pertumbuhan tanaman.
Nutrien yang
tersedia di media berguna untuk metabolisme,
dan vitamin pada
media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada
media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT
ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan
keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Penambahan hormon
tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim
dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang
menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang
tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi.
Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran
sel, dan perkembangan jaringan.
Metode Kultur Jaringan
Metode perbanyakan tanaman secara in
vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara
langsung maupun melalui tahap pembentukankalus. Ada beberapa
tipe jaringan yang
digunakan sebagai eksplan dalam
pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami
diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki
kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa
ditemukan pada tunas apikal,
tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambiumbatang. Tipe
jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu
jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan
menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah
berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Tahapan
yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1.
Pembuatan
media. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus
disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
2.
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
3.
Sterilisasi
adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat
yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril.
Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril.
4.
Multiplikasi
adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi
yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah
ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril
dengan suhu kamar.
5.
Pengakaran
adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan
baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur.
6.
Aklimatisasi
adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng.
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan
sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Macam-Macam Kultur Jaringan
berdasarkan Bahan yang Bisa di jadikan sebagai Eksplan
Dilihat dari macam bahan yang
digunakan, maka kultur jaringan yang telah dikenal sekarang antara lain adalah:
1) Kultur
meristem.
Kultur meristem tembak adalah
alternatif yang potensial untuk lebih umum
digunakan metode untuk regenerasi sereal (lihat studi kasus di bawah) karena mereka kurang tergantung genotipe dan lebih efisien (bibit dapat digunakan sebagai donor material).
digunakan metode untuk regenerasi sereal (lihat studi kasus di bawah) karena mereka kurang tergantung genotipe dan lebih efisien (bibit dapat digunakan sebagai donor material).
2) Kultur
antera
Anther (somatik jaringan yang
mengelilingi dan berisi serbuk sari). Anther juga dapat dikultur dalam medium
cair, dan serbuk sari dilepaskan
dari antera dapat diinduksi untuk membentuk embrio, meskipun efisiensi
regenerasi tanaman seringkali sangat rendah
dari antera dapat diinduksi untuk membentuk embrio, meskipun efisiensi
regenerasi tanaman seringkali sangat rendah
3) Kultur
endosperma
4) Kultur
suspensi sel
5) Kultur
protoplas
6) Kultur
embrio
7) Embrio
dapat digunakan sebagai eksplan untuk menghasilkan kultur kalus atau embrio somatik. Kedua embrio belum matang dan
dewasa dapat digunakan sebagai eksplan. Belum menghasilkan, embriogenik kalus
embrio-diturunkan adalah metode yang paling populer tanaman monokotil
regenerasi.
8) Kultur
spora
Kultur spora dapat dikultur secara in
vitro dengan menggunakan serbuk sari atau antera sebagai suatu eksplan. Pollen
mengandung gametofit jantan, yang disebut sebagai 'mikrospora'. Baik kalus dan
embrio dapat dihasilkan dari serbuk sari. Dua utama pendekatan yang dapat
diambil untuk menghasilkan dalam budaya vitro dari jaringan haploid.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat maka lahan-lahan yang kosong dapat c
Persyaratan
Lokasi Kultur Jaringan
Laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah.
Laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah.
Kapasitas Labotarium
Ukuran laboratorium tergantung pada jumlah bibit yang akan diproduksi. Untuk ukuran laboratorium sekitar 250 m2, bibit yang dapat diproduksi tiap tahun sekitar 400–500.000 planlet/bibit, yang dapat memenuhi pertanaman seluas 500–800 ha.
Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5 ruangan terpisah, yaitu gudang (ruang) untuk penyimpanan bahan, ruang pembuatan media, ruang tanam, ruang inkubasi (untuk pertunasan dan pembentukan planlet/bibit tanaman) dan rumah kaca.
Peralatan dan Bahan Kimia
Untuk memproduksi bibit melalui kultur jaringan peralatan minimal yang perlu disediakan adalah: laminar air flow, pinset, pisau, rak kultur, AC, hot plate + stirrer, pH meter, oven, dan kulkas serta bahan kimia (garam makro + mikro, vitamin, zat pengatur tumbuh, asam amino, alkohol, clorox).
Proses Produksi Kultur Jaringan
Proses perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan terdiri atas seleksi pohon induk (sumber eksplan), sterilisasi eksplan, inisiasi tunas, multiplikasi, perakaran, dan aklimatisasi seperti terlihat pada diagram.
Sumber eksplan. Eksplan berupa mata tunas, diambil dari pohon induk yang fisiknya sehat. Tunas tersebut selanjutnya disterilkan dengan alkohol 70%, HgCl2 0,2%, dan Clorox 30%.
Inisiasi tunas. Eksplan yang telah disterilkan di-kulturkan dalam media kultur (MS + BAP). Setelah terbentuk tunas, tunas tersebut disubkultur dalam media multiplikasi (MS + BAP) dan beberapa komponen organik lainnya.
Multiplikasi. Multiplikasi dilakukan secara berulang sampai diperoleh jumlah tanaman yang dikehendaki, sesuai dengan kapasitas laborato-rium. Setiap siklus multiplikasi berlangsung selama 2–3 bulan. Untuk biakan (tunas) yang telah responsif stater cultur, dalam periode tersebut dari 1 tunas dapat dihasilkan 10-20 tunas baru. Setelah tunas mencapai jumlah yang diinginkan, biakan dipindahkan (dikulturkan) pada media perakaran.
Perakaran. Untuk perakaran digunakan media MS + NAA. Proses perakaran pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Planlet (tunas yang telah berakar) diaklimatisasikan sampai bibit cukup kuat untuk ditanam di lapang.
Aklimatisasi. Dapat dilakukan di rumah kaca, rumah kasa atau pesemaian, yang kondisinya (terutama kelembaban) dapat dikendalikan. Planlet dapat ditanam dalam dua cara. Pertama, planlet ditanam dalam polibag diameter 10 cm yang berisi media (tanah + pupuk kandang) yang telah disterilkan. Planlet (dalam polibag) dipelihara di rumah kaca atau rumah kasa. Kedua, bibit ditaruh di atas bedengan yang dinaungi dengan plastik. Lebar pesemaian 1-1,2 m, panjangnya tergantung keadaan tempat. Dua sampai tiga minggu sebelum tanam, bedengan dipupuk dengan pupuk kandang (4 kg/m2) dan disterilkan dengan formalin 4%. Planlet ditanam dengan jarak 20 cm x 20 cm. Aklimatisasi berlangsung selama 2-3 bulan. Aklimatisasi cara pertama dapat dilakukan bila lokasi pertanaman letaknya jauh dari pesemaian dan cara kedua dilakukan bila pesemaian berada di sekitar areal pertanaman.
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, tidaklah heran jika impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek di negara kita. Selain kesenjangan teknologi di lini akademisi, lembaga penelitian, publik dan pecinta anggrek, salah satu penyebab teknologi ini menjadi sangat lambat perkembangannya adalah karena adanya persepsi bahwa diperlukan investasi yang ’sangat mahal’ untuk membangun sebuah lab kultur jaringan, dan hanya cocok atau ‘feasible’ untuk perusahaan.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi. Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing.
Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kuljar banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
Secara prinsip, lab kultur jaringan dapat disederhanakan dengan melakukan modifikasi peralatan dan bahan yang digunakan, sehingga sangat dimungkinkan kultur jaringan seperti ‘home industri’. Hal ini dapat dilihat pada kelompok petani ‘pengkultur biji anggrek’ di Malang yang telah sedemikian banyak.
Beberapa gambaran dan potensi yang bisa dimunculkan dalam kultur jaringan diantaranya adalah :
Ukuran laboratorium tergantung pada jumlah bibit yang akan diproduksi. Untuk ukuran laboratorium sekitar 250 m2, bibit yang dapat diproduksi tiap tahun sekitar 400–500.000 planlet/bibit, yang dapat memenuhi pertanaman seluas 500–800 ha.
Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5 ruangan terpisah, yaitu gudang (ruang) untuk penyimpanan bahan, ruang pembuatan media, ruang tanam, ruang inkubasi (untuk pertunasan dan pembentukan planlet/bibit tanaman) dan rumah kaca.
Peralatan dan Bahan Kimia
Untuk memproduksi bibit melalui kultur jaringan peralatan minimal yang perlu disediakan adalah: laminar air flow, pinset, pisau, rak kultur, AC, hot plate + stirrer, pH meter, oven, dan kulkas serta bahan kimia (garam makro + mikro, vitamin, zat pengatur tumbuh, asam amino, alkohol, clorox).
Proses Produksi Kultur Jaringan
Proses perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan terdiri atas seleksi pohon induk (sumber eksplan), sterilisasi eksplan, inisiasi tunas, multiplikasi, perakaran, dan aklimatisasi seperti terlihat pada diagram.
Sumber eksplan. Eksplan berupa mata tunas, diambil dari pohon induk yang fisiknya sehat. Tunas tersebut selanjutnya disterilkan dengan alkohol 70%, HgCl2 0,2%, dan Clorox 30%.
Inisiasi tunas. Eksplan yang telah disterilkan di-kulturkan dalam media kultur (MS + BAP). Setelah terbentuk tunas, tunas tersebut disubkultur dalam media multiplikasi (MS + BAP) dan beberapa komponen organik lainnya.
Multiplikasi. Multiplikasi dilakukan secara berulang sampai diperoleh jumlah tanaman yang dikehendaki, sesuai dengan kapasitas laborato-rium. Setiap siklus multiplikasi berlangsung selama 2–3 bulan. Untuk biakan (tunas) yang telah responsif stater cultur, dalam periode tersebut dari 1 tunas dapat dihasilkan 10-20 tunas baru. Setelah tunas mencapai jumlah yang diinginkan, biakan dipindahkan (dikulturkan) pada media perakaran.
Perakaran. Untuk perakaran digunakan media MS + NAA. Proses perakaran pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Planlet (tunas yang telah berakar) diaklimatisasikan sampai bibit cukup kuat untuk ditanam di lapang.
Aklimatisasi. Dapat dilakukan di rumah kaca, rumah kasa atau pesemaian, yang kondisinya (terutama kelembaban) dapat dikendalikan. Planlet dapat ditanam dalam dua cara. Pertama, planlet ditanam dalam polibag diameter 10 cm yang berisi media (tanah + pupuk kandang) yang telah disterilkan. Planlet (dalam polibag) dipelihara di rumah kaca atau rumah kasa. Kedua, bibit ditaruh di atas bedengan yang dinaungi dengan plastik. Lebar pesemaian 1-1,2 m, panjangnya tergantung keadaan tempat. Dua sampai tiga minggu sebelum tanam, bedengan dipupuk dengan pupuk kandang (4 kg/m2) dan disterilkan dengan formalin 4%. Planlet ditanam dengan jarak 20 cm x 20 cm. Aklimatisasi berlangsung selama 2-3 bulan. Aklimatisasi cara pertama dapat dilakukan bila lokasi pertanaman letaknya jauh dari pesemaian dan cara kedua dilakukan bila pesemaian berada di sekitar areal pertanaman.
Perkembangan kultur jaringan di Indonesia terasa sangat lambat, bahkan hampir dikatakan jalan di tempat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, tidaklah heran jika impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek di negara kita. Selain kesenjangan teknologi di lini akademisi, lembaga penelitian, publik dan pecinta anggrek, salah satu penyebab teknologi ini menjadi sangat lambat perkembangannya adalah karena adanya persepsi bahwa diperlukan investasi yang ’sangat mahal’ untuk membangun sebuah lab kultur jaringan, dan hanya cocok atau ‘feasible’ untuk perusahaan.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, salah satunya adalah anggrek, diperkirakan sekitar 5000 jenis anggrek spesies tersebar di hutan wilayah Indonesia. Potensi ini sangat berharga bagi pengembang dan pecinta anggrek di Indonesia, khususnya potensi genetis untuk menghasilkan anggrek silangan yang memiliki nilai komersial tinggi. Potensi tersebut akan menjadi tidak berarti manakala penebangan hutan dan eksploitasi besar-besaran terjadi hutan kita, belum lagi pencurian terang-terangan ataupun “terselubung” dengan dalih kerjasama dan sumbangan penelitian baik oleh masyarakat kita maupun orang asing.
Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestarian dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kuljar banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional.
Secara prinsip, lab kultur jaringan dapat disederhanakan dengan melakukan modifikasi peralatan dan bahan yang digunakan, sehingga sangat dimungkinkan kultur jaringan seperti ‘home industri’. Hal ini dapat dilihat pada kelompok petani ‘pengkultur biji anggrek’ di Malang yang telah sedemikian banyak.
Beberapa gambaran dan potensi yang bisa dimunculkan dalam kultur jaringan diantaranya adalah :
- Kultur meristem, dapat menghasilkan anggrek yang bebas virus,sehingga sangat tepat digunakan pada tanaman anggrek spesies langka yang telah terinfeksi oleh hama penyakit, termasuk virus.
- Kultur anther, bisa menghasilkan anggrek dengan genetik haploid (1n), sehingga bentuknya lebih kecil jika dibandingkan dengan anggrek diploid (2n). Dengan demikian sangat dimungkinkan untuk menghasilkan tanaman anggrek mini, selain itu dengan kultur anther berpeluang memunculkan sifat resesif unggul yang pada kondisi normal tidak akan muncul karena tertutup oleh yang dominan
- Dengan tekhnik poliploid dimungkinkan untuk mendapatkan tanaman anggrek ‘giant’ atau besar. Tekhnik ini salah satunya dengan memberikan induksi bahan kimia yang bersifat menghambat (cholchicine)
- Kloning, tekhnik ini memungkinkan untuk dihasilkan anggrek dengan jumlah banyak dan seragam, khususnya untuk jenis anggrek bunga potong. Sebagian penganggrek telah mampu melakukan tekhnik ini.
- Mutasi, secara alami mutasi sangat sulit terjadi. Beberapa literatur peluangnya 1 : 100 000 000. Dengan memberikan induksi tertentu melalui kultur jaringan hal tersebut lebih mudah untuk diatur. Tanaman yang mengalami mutasi permanen biasanya memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi
- Bank plasma, dengan meminimalkan pertumbuhan secara ‘in-vitro’ kita bisa mengoleksi tanaman anggrek langka tanpa harus memiliki lahan yang luas dan perawatan intensif. Baik untuk spesies langka Indonesia maupun dari luar negeri untuk menjaga keaslian geneis yang sangat penting dalam proses pemuliaan anggrek.
Langkah-Langkah Teknik
Kultur Jaringan
Kultur
jaringan tumbuhan dapat dilakukan dengan langkah seperti terlihat pada Gambar
berikut ini. Dari gambar tersebut terlihat langkah-langkah yang dilakukan
sebagai berikut :
a.
Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur
makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan
perbandingan tertentu.
b.
Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan
berupa potongan dari akar tanaman wortel.
c.
Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
d.
Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah
untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
Kelebihan dan Kelemahan Teknik Kultur
Jaringan
Ketika kita
melakukan teknik kultur jaringan ada beberapa kendala yang mungkin kita hadapi.
Usaha untuk memperoleh individu baru dari satu sel atau jaringan disebut kultur
jaringan. Prinsip dasar kultur jaringan sama dengan stek. Bagian kecil dari
tanaman (sel, jaringan, atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu
kultur jaringan disebut eksplan. Eksplan yang digunakan di dalam kultur
jaringan harus yang masih muda (primordia), sel-selnya masih bersifat
meristematis, dan sudah mengalami proses deferensiasi. Tanaman yang dapat
dikembangbiakkan dengan kultur jaringan adalah anggrek, sereal, tanaman palem,
karet, dan buah-buahan. Tumbuhan hasil kultur jaringan disebut klon.
Sekarang, kultur jaringan tidak digunakan untuk memperbanyak tanaman tetapi
digunakan sebagai bioteknologi untuk mendapatkan tanaman bebas virus, untuk
produksi obat, produksi tanaman unggul dan sebagainya. Teknik kultur jaringan
secara terperinci akan dibahas pada bab bioteknologi. Dari masalah yang kita
hadapi nampak jelas bahwa teknik kultur jaringan tidak hanya memiliki
keunggulan atau kelebihan. Berikut ini penjelasan masalah atau kenda menganai
teknik kultur jaringan.
Masalah
(Gangguan) pada Kultur Jaringan
Gangguan
kultur jaringan dapat menyebabkan kematian eksplan. Gangguan kultur jaringan secara umum dapat muncul dari bahan
yang ditanam, lingkungan kultur maupun manusia yang melakukannya. Masalah yang
muncul, antara lain :
a.
Kontaminasi oleh bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Agar terhindar dari
kontaminasi maka langkah-langkah pelaksanaan-nya harus mengikuti prosedur yang
benar dan dalam keadaan steril.
b. Browning
(pencoklatan), untuk mengatasinya dengan cara mengabsorbsi fenol penyebab
pencoklatan dengan arang aktif.
Kelebihan
dan Kelemahan Teknik Kultur Jaringan
Perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan mempunyai kelebihan antara lain seperti berikut.
a. Kultur
jaringan merupakan suatu cara menghasilkan jumlah bibit tanaman yang banyak
dalam waktu singkat.
b. Kultur
jaringan Tidak memerlukan tempat yang luas.
c. Kultur
jaringan Tidak tergantung pada musim sehingga bisa dilaksanakan sepanjang
tahun.
d. Bibit yang
dihasilkan Kultur jaringan lebih sehat.
e. Kultur
jaringan Memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik.
Selain
mempunyai kelebihan, kultur jaringan ternyata juga mempunyai kekurangan,
seperti berikut.
a. Kultur
jaringan Memerlukan biaya besar karena harus dilakukan di dalam laboratorium
dan menggunakan bahan kimia.
b. Kultur
jaringan Memerlukan keahlian khusus.
c. Kultur
jaringan Memerlukan aklimatisasi ke lingkungan eksternal karena tanaman hasil
kultur biasanya berukuran kecil dan bersifat aseptik serta sudah terbiasa
berada di tempat yang mempunyai kelembapan udara tinggi. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan tersebut, coba Anda simpulkan tentang
manfaat dari kultur jaringan!
Dengan
metode kultur jaringan dapat dihasilkan jumlah bibit tanaman dalam skala besar
dan dalam waktu relatif singkat sehingga lebih memiliki nilai ekonomis. Dari
kelebihan ini Anda dapat belajar cara mengkultur tanaman yang bernilai jual
dengan benar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber.
Sumber:
http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-xi-biologi/kelebihan-dan-kelemahan-teknik-kultur-jaringan/